Fenomena alam unik terjadi di Dusun Wotawati, Kabupaten Gunungkidul. Wilayah pedukuhan di Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, itu selalu telat terpapar sinar matahari pagi tapi lebih cepat memasuki malam hari. Kok bisa?

Suasana Dusun Wotawati
Pantauan detikJateng, suasana di Dusun Wotawati masih sangat asri dan sunyi. Dusun Wotawati berjarak sekitar 74 kilometer dari jantung Kota Jogja. Di Dusun Wotawati yang diapit dua perbukitan besar yang menjulang tinggi itu, Kamis (24/3), tampak beberapa warga sedang beraktivitas menenteng pakan untuk ternaknya. Terlihat pula sejumlah anak tengah bermain dengan riang gembira.

Sejarah Dusun Wotawati
Dukuh Wotawati, Robby Sugihastanto (27), mengatakan ada cerita turun-temurun yang melatarbelakangi munculnya Dusun Wotawati.

"Dulunya di Wotawati ini ada seseorang yang bercocok tanam di sini, sehingga dia bikin gubuk di sini," kata Robby saat ditemui di rumahnya, Kamis (24/3/2022).

Seiring berjalannya waktu, orang tersebut mulai berkeluarga dan akhirnya memboyong keluarganya untuk tinggal di lokasi cikal bakal Dusun Wotawati.

"Mereka mulai berkeluarga di sini. Jadi mereka menetap di sini bertahun-tahun dan terjadilah kampung Wotawati," ucapnya.

Menurut Robby, ada anggapan bahwa keberadaan Dusun Wotawati yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, ini seperti tak masuk akal. Sebab, dusun itu berada di aliran Bengawan Solo purba dan lokasinya terbilang terpencil.

"Dulunya di sini sebagai aliran sungai Bengawan Solo purba. Jadi ya ibaratnya kalau dipikir (seperti) tidak percaya, kok ada dusun di sebuah lembah Bengawan Solo purba yang diapit gunung-gunung," ujarnya.

"Apalagi ini sebelah selatannya laut, sebelah timur dan utara sudah berbatasan dengan Wonogiri. Karena itu bisa dibilang Wotawati ini dusun yang terpencil, jauh dari yang lainnya," lanjut Robby.

Jalan menuju Dusun Wotawati, Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Kamis (24/3/2022) sore. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

 

Fenomena alam
Dusun Wotawati terdiri 4 RT dan dihuni 82 kepala keluarga (KK). Ada fenomena unik di Dusun Wotawati jika dibandingkan dengan pedukuhan lainnya di Gunungkidul, yakni terlambat datangnya sinar matahari pagi.

"Untuk pagi hari, sinar matahari di sini agak terlambat, ibaratnya di lain dusun pukul 06.30 WIB atau pukul 07.00 pagi sudah kena sinar matahari. Nah, kalau di sini belum, baru kena sinar matahari sekitar jam 08.00, 08.30 pagi. Itu kalau tidak mendung," ungkap pria yang murah senyum ini.

Fenomena unik itu juga terjadi pada waktu tenggelamnya matahari. Robby menyebut, pergantian sore ke malam hari di Dusun Wotawati terbilang lebih cepat. Sebab, suasana di Wotawati sudah gelap meski jarum jam baru menunjukkan pukul 17.00 WIB .

"Kalau sore, sekitar jam 16.30, sudah mulai gelap. Karena terhalang oleh gunung-gunung di samping dusun," katanya.

Benar saja, pada Kamis (24/3) pukul 16.19 WIB, detikJateng mendapati kondisi Dusun Wotawati sudah berangsur gelap. Terasa paparan sinar matahari terhalang perbukitan.

Aliran Bengawan Solo purba di Kapanewon Girisubo, Gunungkidul, Kamis (24/3/2022) sore. Dusun Wotawati berada di aliran Bengawan Solo Purba. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng


Keluhan warga
Di balik keunikan Dusun Wotawati, Robby mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi masyarakat, di antaranya soal ketersediaan air bersih. Warga Wotawati selama ini hanya mengandalkan air tadah hujan dan membeli air bersih seharga Rp 130 ribu per tangki.

"Air di sini juga agak susah, karena di sini memanfaatkan air hujan. Sebenarnya ada 4 sumur dengan kedalaman 4-5 meter. Tapi kalau ngebor lagi di titik lain jarang ada yang keluar airnya," ujarnya.

"Pernah coba mengebor sumur, ternyata di bawah itu kayak ada aliran, cuma airnya tidak bisa dinaikkan atau disedot," imbuh Robby.

Keberadaan PDAM di Dusun Wotawati juga belum bisa dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh masyarakat setempat. Bahkan, beberapa pipa PDAM yang rusak hingga kini belum mendapatkan perbaikan.

"Sebenarnya untuk PDAM ada 21 titik. Tapi dari 21 titik itu ada 15 titik bermasalah dan tidak kunjung diperbaiki. Jadi selama 3 bulan ini kita bayar beban terus, padahal sama sekali tidak menikmati air PDAM," ucapnya.

Sedangkan untuk listrik, Robby mengaku aman. Namun untuk sinyal internet, telepon, dan televisi, masih susah.

"Kalau untuk sinyal (internet) ya agak susah karena terhalang gunung-gunung itu. Untuk TV ya harus pakai parabola. Kalau pakai antena biasa tidak bisa," katanya.

Robby berharap agar pemerintah menambah akses keluar masuk Dusun Wotawati. Saat ini Dusun Wotawati hanya memiliki satu jalan utama.

"Akses jalan keluar Dusun hanya satu dan itu baru dicor-blok tahun 1989 secara bertahap. Oleh sebab itu kami sangat berharap akses jalan di pedukuhan ini ditambah, khususnya yang arah ke telaga Suling itu," imbuhnya.

 

(Sumber : detik.com | Pradito Rida Pertana - detikJateng)